Jumat, 25 November 2016

TATA UPACARA MILITER

TATA UPACARA MILITER

TATA UPACARA MILITER
(TUM)
Referensi:
Ø  Peraturan Tata Upacara Militer Tentara Nasional Indonesia (TUM TNI) Nomor : Sekp/292/IX/2004 Tanggal 6 September 2004.
Ø  Petunjuk Pelaksanaan Upacara Bendera di Sekolah Tahun 1997 (Depdiknas)
Ø  Pedoman Penyelenggaraan Paskibraka 2002 (Depdiknas)
1. Pengertian                                           
Tata Upacara Militer (TUM) sebagai pasukan personil merupakan rangkaian kegiatan yang diikuti oleh sejumlah pasukan bersenjata maupun yang tidak bersenjata, di susun dalam barisan di suatu lapangan/ruangan dengan bentuk segaris maupun bentuk U, yang di pimpin oleh seorang irup.
2. Maksud dan Tujuan
     Untuk menghargai nilai-nilai kebesaran sang merah putih dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan.
3. Pejabat-Pejabat dalam TUM
1.      Perwira Upacara
Bertugas untuk mengatur semua kegiatan upacara
2.      Inspektur Upacara
Bertugas memberikan amanat dalam sebuah upacara dan menjadi pejabat tertua yang wajib di hormati.
3.      Komandan Upacara
Bertugas menyusun pasukan yang akan mengikuti Upacara.

4. Petugas-Petugas dalam TUM
§  Komandan Kompi
§  Komandan Pleton
§  Pembawa Acara
§  Pengamanan
§  Pembaca UUD 1945
§  Pengibar Bendera Merah Putih
§  Pembaca Do’a

5. Perbedaan Tata Upacara Militer dengan Tata Upacara Sipil
SUSUNAN ACARA UPACARA
Acara Pokok Upacara Militer- Penghormatan Pasukan
- Laporan Danup
- Pemeriksaan Pasukan (untuk upacara tertentu)
- Lambang kesatuan memasuki lapangan upacara (untuk upacara tertentu)
- Penghormatan kepada lambang kesatuan (untuk upacara tertentu)
- Pengibaran Sang Merah Putih (khusus upacara bendera)
- Mengheningkan Cipta (untuk upacara tertentu)
- Pembacaan Teks Pancasila oleh Irup (untuk upacara bendera bulanan)
- Pembacaan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (khusus upacara bendera)
- Pengucapan Sapta Marga (untuk upacara tertentu)
- Pembacaan Panca Prasetya Korpri (khusus upacara bendera)
- Penganugerahan Tanda Kehormatan RI (khusus upacara peringatan hari ulang tahun kesatuan/korps/kesenjataan)
- Pelaksanaan maksud dan ujuan upacara
- Amanat (untuk upacara tertentu)
- Andhika Bhayangkari
- Penghormatan kepada lambang kesatuan (untuk upacara tertentu)
- Lambang kesatuan meninggalkan lapangan upacara (untuk upacara tertentu)
- Laporan Danup
- Penghormatan Pasukan
Acara Pokok Upacara Sipil- Pembina Upacara memasuki lapangan upacara
- Penghormatan Umum
- Laporan Pemimpin Upacara
- Pengibaran Bendera Sang Merah Putih
- Mengheningkan Cipta
- Pembacaan Teks Pembukaan UUD 1945
- Pembacaan Teks Pancasila
- Amanat Pembina Upacara
- Pembacaan Doa
- Laporan Pemimpin Upacara
- Penghormatan Umum
- Pembina Upacara meninggalkan lapangan upacara
- Upacara selesai, barisan dibubarkan
- Penghormatan kepada Pemimpin Upacara
Dari susunan setidaknya memang ada 2 HAL yang BERBEDA secara mendasar, yaitu :- Untuk upacara militer, urutan Pembacaan adalah PANCASILA dilanjutkan PEMBUKAAN UUD 1945. Sedangkan untuk upacara sekolah adalah pembacaan PEMBUKAAN UUD 1945 dan dilanjutkan dengan PANCASILA.
- Setelah Amanat Upacara pada upacara militer dilanjutkan dengan Andhika Bhayangkari sedangkan pada upacara sekolah dilanjutkan dengan Pembacaan Do’a.

CARA PENGIBARAN BENDERA- Pada upacara militer petugas yang merentang bendera adalah petugas yang berada di tengah.
- Pada upacara sekolah petugas yang merentang bendera adalah petugas yang berada di sebelah kanan.

ISTILAH PEJABAT dan PETUGASUpacara Militer dan Upacara Sekolah
- Inspektur Upacara – Pembina Upacara

- Perwira Upacara – Pengatur Upacara
- Komandan Upacara – Pemimpin Upacara
- Pembawa Acara/Protokol – Pemandu Upacara
LAPORAN PENGATUR UPACARA
Upacara Militer Perwira Upacara melapor kepada Inspektur Upacara Bahwa upacara siap dimulai tanpa kata-kata : “…Laporan Selesai”. Pada saat melapor bahwa upacara selesai juga tanpa kata-kata : “Lapor…”
Upacara SekolahPengatur Upacara melapor kepada Pembina Upacara bahwa upacara siap dimulai dan bahwa upacara selesai diawali dan diakhiri dengan kata-kata “LAPOR…..LAPORAN SELESAI”

Rabu, 24 Juli 2013

Penyesalan Yang Terlambat (Ayah.. kembalikan tangan Dita !)...copy paste juga dari seseorang

Bismillahir-Rahmanir-Rahim … Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya …

Selasa, 23 Juli 2013

Bunga-bunga Lili (copy paste puisi seseorang)

Ketika pertama kali senja meredup dalam gugatan perih bunga-bunga lili
Untaian kealpaan menghujam laksana bayang tak karuan sajak kuno Alexandra
Beberapa kutipan ngeri berkelebat dari antah berantah
Menyisihkan sisa rasa  kalut
Menyisahkan melodi sendu raut hedonis

Bunga-bunga lili,
Melempar senyum gundah pada garis jalannya,, pada pita merah yang memberinya pelangi,
Nyata.. mengundang kelicikan awan hitam.. lalu mengerang.. lalu menangis
Membangunkan semua sudut ketakutan dalam  hilir  tak berujung

Lalu bunga-bunga lili,
Beranjak  dari kekalutan dengan paradoks denting-denting hujan menyeruakkan nada gigih
Hentakan langit
Mengenang sejatinya kejayaan diri kala beberapa ucapan tak menjadi geram  pemburu kumbang, nestapa kalut berjejer menjarakkan kotaknya jauh dan jauh pada semak belantara dan kelabu pitam raungan saga.

Tak ubahnya pernik anggun, bunga-bunga lili  melempar perih cahaya gusar
Menjauhi rupa kelam                    
Menjauhi rupa tak biasa itik renta.

Rabu, 26 Juni 2013

DETEKTOR GEIGER MULLER

1.      Cara kerja detektor Geiger Muller
Detektor pengion gas ini bekerja dengan memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan atom atau molekul gas yang dipakai sebagai bahan detektor. Detektor pengionan gas berbentuk silinder yang diisi gas dan mempunyai dua elektroda. Dinding tabung yang dipakai sebagai selubung gas dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan sehingga berfungsi sebagai elektroda negatif (katoda). Kawat di tengah-tengah tabung dihubungkan dengan kutub positif sumber tegangan sehingga berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Dapat digambarkan:
 





                       
Gambar.  Detektor pengion gas

Pencacah atau detektor Geiger Muller ditemukan pada tahun 1928. Detektor Geiger-Muller (GM) beroperasi pada tegangan di atas detektor proporsional. Dengan mempertinggi tegangan melampaui daerah proporsional akan mengakibatkan proses pengionan yang terjadi dalam detektor makin luas memanjang ke seluruh anoda. Jika hal ini terjadi maka berakhirlah daerah operasi proporsional dan detektor mulai memasuki daerah operasi Geiger-Muller.
            Perhatikan gambar grafik di bawah ini:
TINGGI  PULSA
                                                                                                           




                                    TEGANGAN TERPASANG

            Perhatikan grafik di atas, maka dapat dibedakan menjadi 6 daerah jangkauan. Jangkauan I, tegangannya belum cukup tinggi, sehingga medan listriknya belum cukup kuat sehingga gerakan ion dan elektron tidak cepat, jadi berpeluang besar untuk berekombinasi. Jangkauan II, pada bilik atau kamar pengion ini pasangan ion elektron akan mencapai electrode dalam keadaan jenuh. Ini berfungsi untuk mengukur laju desipasi tenaga radiasi. Jangkauan III, tegangan terpasang pada detektor berisi gas dinaikkan, runtutan elektron sekunder dekat kawat sentral menjadi lebih banyak dan menyebar sepenjang kawat itu seperti pada daerah proporsional. Penyebabnya ialah elektron atom tereksitasi dalam tumbukan dan foton ultra ungu yang dipancarkan ketika elektron jatuh kembali ke kulit dalam cukup energetic untuk mengionisasi atom gas lain yang berada di sekitarnya. Jangkauan IV, disini hubungan antara tinggi pulsa dengan tinggi tegangan pemercepat tidak lagi linier. Jangkauan V, pada daerah ini tegangan pemercepat lebih menggandakan ionisasi yang berakibat menebalnya awan ion. Dalam kondisi demikian, tinggi pulsa tidak tergantung lagi pada tenaga radiasi dan tak ada perbedaan tinggi pulsa untuk sembarang radiasi. Daerah yang diisi gas yang bekerja pada tegangan yang sangat tinggi ini diciptakan oleh dua ilmuan yakni Geiger dan Muller. Oleh sebab itu, penamaan detektor ini dimbil dari kedua nama ilmuan tersebut. Dan terakhir jangkauan VI, tegangan pemercepat terlampau tinggi. Ini dapat menyebabkan detektor menjadi rusak.
Proses penggandaan ionisasi yang terjadi pada daerah Geiger Muller hampir terjadi dimana-mana. Dengan demikian ionisasi cepat menjalar ke seluruh volume tabung detektor dan berkelanjutan. Dengan demikian pulsa yang dihasilkan pada alat detektor Geiger-Muller tidak lagi bergantung pada pengionan mula-mula maupun jenis radiasi yang mengakibatkan proses pengionan. Jadi radiasi jenis apapun yang tertangkap oleh pemantau Geiger-Muller akan menghasilkan keluaran yang sama.
Karena tidak mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap, maka pemantau Geiger-Muller hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi saja.
Adapun bentuk pulsa tegangan listrik dalam detektor Geiger-Muller adalah sama seperti detektor proporsional, hanya saja waktu tanjak atau waktu bangkitnya (rise time) jauh lebih lamban. Selama proses pemadaman kurang lebih 50µsekon sampai 100µsekon, detektor Geiger-Muller ini tidak tanggap terhadap radasi yang masuk, dan selang waktu itu dinamakan waktu mati (dead time) yang lalu diikut waktu pulih (recovery time) dengan pulsa yang semakin meninggi dari yang amat rendah. Inilah yang menjadi kerugian dari detektor Geiger-Muller karena ketakpekaannya sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan yang tinggi. Selain itu juga karena tidak dapat memberi informasi mengenai radiasi (partikel atau foton) yang menimbulkan satu pulsa.
Sedangkan keuntungan dalam pengoperasian di daerah Geiger-Muller ini adalah denyut output yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga untuk pengukurannya tidak diperlukan penguat pulsa (amplifier) atau cukup digunakan penguat pulsa yang sederhana saja. Detektor Geiger-Muller ini juga mudah dibuat, biasanya lebih peka dan lebih murah harganya dibandingkan dengan detektor proporsional.


2.      Contoh gambar detektor Geiger-Muller









Penutup

Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
a)      Detektor Geiger Muller adalah salah satu alat pemantau radiasi yang paling lazim digunakan yang bekerja berdasarkan prinsip pengionan terhadap gas yang ditemukan pada tahun 1928.
b)      Pada dasarnya, cara kerja detektor Geiger Muller sama dengan jenis detektor pengion gas lainnya, yang menjadi pembedanya yakni pada tegangan operasi masing-masing alat.
c)      Keuntungan dari detektor Geiger Muller diantaranya: biasanya lebih peka dan denyut output yang dihasilkannya pun sangat tinggi, sehingga untuk pengukurannya tidak diperlukan penguat pulsa (amplifier) atau cukup digunakan penguat pulsa yang sederhana saja. Jadi, lebih mudah dibuat dan lebih murah harganya.
d)     Sedangkan kelemahan dari alat Geiger Muller yakni karena waktu pulihnya yang lamban. Karena ketakpekaannya ini sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan yang tinggi. Dan tidak mampu membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap.











Daftar Pustaka

Beiser, Arthur. 1983. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.
Soedojo, Peter. 2001. Azas-Azas Ilmu Fisika jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http.//www.google.com/pencacah Geiger muller, pdf/BAlara2004_06108_019.pdf
Wiryosimin, Suwarno. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: Penerbit ITB.


Sabtu, 20 Oktober 2012

SEMINAR SKRIPSI



A.       
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh
ERWIN ROHADI
 (E1Q 009 021)

 
PENDAHULUAN
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata  guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukandengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukurdan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yangautentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentikdilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk,penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dankontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi padaprinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari,dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
1.      Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2.     Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3.      Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
4.     Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Pembelajaran kontekstual sebenarnya bukam merupakan pendekatan yang sama sekali baru. Dasar pembelajaran kontekstual sudah dikembangkan oleh John Dewey sejak tahun 1916. Pendekatan ini kemudian digali kembali, dikembangkan lagi, dan dipopulerkan oleh The Washington State Concorcium for Contextual Teaching and Learning engan melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.

B.        PEMBAHASAN
1.       Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyaraka belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).Makna dari kontruktivisme adalah siswa mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal melalui proses interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi. Implikasinya adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Inti dari inquiry atau menyelidiki adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam kegiatan ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis Bertanya atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar merupakan sekelompok orang (siswa) yang terikat dalam kegiatan belajar, tukar pengalaman, dan berbagi pengalaman.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang autentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
2.       Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakanpendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun modern.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyiapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
a.     Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa. Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan jangka sorong, siswa dapat belajar dengan menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan membuat rangkuman).
Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
b.     Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri, otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.
c.     Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar seperti tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah. Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor teman sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
3.       Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
a.     Konstruktivisme
1)    Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
2)    Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
b.     Inquiry
1)    Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
2)    Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c.     Questioning (Bertanya)
1)    Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
2)    Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
d.     Learning Community (Masyarakat Belajar)
1)    Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2)    Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
3)    Tukar pengalaman.
4)    Berbagi ide
e.     Modeling (Pemodelan)
1)    Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2)    Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
f.      Reflection ( Refleksi)
1)    Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
2)    Mencatat apa yang telah dipelajari.
3)    Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
g.     Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
1)    Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
2)    Penilaian produk (kinerja).
3)    Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
4.       Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
a.     Kerjasama
b.     Saling menunjang
c.     Menyenangkan, tidak membosankan
d.     Belajar dengan bergairah
e.     Pembelajaran terintegrasi
f.      Menggunakan berbagai sumber
g.     Siswa aktif
h.     Sharing dengan teman
i.       Siswa kritis guru kreatif
j.      Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,gambar, artikel, humor dan lain-lain
k.     Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain


5.       Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
a.     Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
b.     Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
c.     Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
d.     Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
e.     Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.


C.        KESIMPULAN DAN SARAN
1.     Kesimpulan
a.  Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
b.  Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menerapkan 7 komponen pembelajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
2.     Saran
Bagi guru yang menerapkan pembelajaran kontekstual agar berhati-hati dalam memilih model pembelajaran (di sesuaikan dengan kondisi sekolah). Selain itu juga 7 komponen pembelajaran kontekstual harus benar-benar diterapkan, agar memperoleh hasil yang maksimal.











DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas
________. (2002). Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta :
Depdiknas
Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah :
      Surabaya : Unesa-University Press
________, dkk. (2000). Pembelajaran Koperatif. Surabaya : Unesa-University Press
Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of Teaching, 5th Edition. Boston : Allyn & Bacon.
Kardi, S. & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa- University Press.
Wasis, dkk. (2002). Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Pembelajaran IPA Fisika. Jakarta : Depdiknas.