Sabtu, 20 Oktober 2012

SEMINAR SKRIPSI



A.       
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh
ERWIN ROHADI
 (E1Q 009 021)

 
PENDAHULUAN
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata  guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukandengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukurdan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yangautentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentikdilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk,penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dankontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi padaprinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari,dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
1.      Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2.     Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3.      Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
4.     Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Pembelajaran kontekstual sebenarnya bukam merupakan pendekatan yang sama sekali baru. Dasar pembelajaran kontekstual sudah dikembangkan oleh John Dewey sejak tahun 1916. Pendekatan ini kemudian digali kembali, dikembangkan lagi, dan dipopulerkan oleh The Washington State Concorcium for Contextual Teaching and Learning engan melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.

B.        PEMBAHASAN
1.       Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyaraka belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).Makna dari kontruktivisme adalah siswa mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal melalui proses interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi. Implikasinya adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Inti dari inquiry atau menyelidiki adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam kegiatan ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis Bertanya atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar merupakan sekelompok orang (siswa) yang terikat dalam kegiatan belajar, tukar pengalaman, dan berbagi pengalaman.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang autentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
2.       Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakanpendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun modern.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyiapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
a.     Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa. Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan jangka sorong, siswa dapat belajar dengan menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan membuat rangkuman).
Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
b.     Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri, otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.
c.     Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar seperti tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah. Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor teman sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
3.       Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
a.     Konstruktivisme
1)    Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
2)    Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
b.     Inquiry
1)    Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
2)    Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c.     Questioning (Bertanya)
1)    Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
2)    Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
d.     Learning Community (Masyarakat Belajar)
1)    Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2)    Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
3)    Tukar pengalaman.
4)    Berbagi ide
e.     Modeling (Pemodelan)
1)    Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2)    Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
f.      Reflection ( Refleksi)
1)    Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
2)    Mencatat apa yang telah dipelajari.
3)    Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
g.     Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
1)    Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
2)    Penilaian produk (kinerja).
3)    Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
4.       Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
a.     Kerjasama
b.     Saling menunjang
c.     Menyenangkan, tidak membosankan
d.     Belajar dengan bergairah
e.     Pembelajaran terintegrasi
f.      Menggunakan berbagai sumber
g.     Siswa aktif
h.     Sharing dengan teman
i.       Siswa kritis guru kreatif
j.      Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,gambar, artikel, humor dan lain-lain
k.     Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain


5.       Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
a.     Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
b.     Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
c.     Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
d.     Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
e.     Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.


C.        KESIMPULAN DAN SARAN
1.     Kesimpulan
a.  Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
b.  Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menerapkan 7 komponen pembelajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
2.     Saran
Bagi guru yang menerapkan pembelajaran kontekstual agar berhati-hati dalam memilih model pembelajaran (di sesuaikan dengan kondisi sekolah). Selain itu juga 7 komponen pembelajaran kontekstual harus benar-benar diterapkan, agar memperoleh hasil yang maksimal.











DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas
________. (2002). Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta :
Depdiknas
Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah :
      Surabaya : Unesa-University Press
________, dkk. (2000). Pembelajaran Koperatif. Surabaya : Unesa-University Press
Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of Teaching, 5th Edition. Boston : Allyn & Bacon.
Kardi, S. & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa- University Press.
Wasis, dkk. (2002). Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Pembelajaran IPA Fisika. Jakarta : Depdiknas.