Rabu, 26 Juni 2013

DETEKTOR GEIGER MULLER

1.      Cara kerja detektor Geiger Muller
Detektor pengion gas ini bekerja dengan memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion dengan atom atau molekul gas yang dipakai sebagai bahan detektor. Detektor pengionan gas berbentuk silinder yang diisi gas dan mempunyai dua elektroda. Dinding tabung yang dipakai sebagai selubung gas dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan sehingga berfungsi sebagai elektroda negatif (katoda). Kawat di tengah-tengah tabung dihubungkan dengan kutub positif sumber tegangan sehingga berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Dapat digambarkan:
 





                       
Gambar.  Detektor pengion gas

Pencacah atau detektor Geiger Muller ditemukan pada tahun 1928. Detektor Geiger-Muller (GM) beroperasi pada tegangan di atas detektor proporsional. Dengan mempertinggi tegangan melampaui daerah proporsional akan mengakibatkan proses pengionan yang terjadi dalam detektor makin luas memanjang ke seluruh anoda. Jika hal ini terjadi maka berakhirlah daerah operasi proporsional dan detektor mulai memasuki daerah operasi Geiger-Muller.
            Perhatikan gambar grafik di bawah ini:
TINGGI  PULSA
                                                                                                           




                                    TEGANGAN TERPASANG

            Perhatikan grafik di atas, maka dapat dibedakan menjadi 6 daerah jangkauan. Jangkauan I, tegangannya belum cukup tinggi, sehingga medan listriknya belum cukup kuat sehingga gerakan ion dan elektron tidak cepat, jadi berpeluang besar untuk berekombinasi. Jangkauan II, pada bilik atau kamar pengion ini pasangan ion elektron akan mencapai electrode dalam keadaan jenuh. Ini berfungsi untuk mengukur laju desipasi tenaga radiasi. Jangkauan III, tegangan terpasang pada detektor berisi gas dinaikkan, runtutan elektron sekunder dekat kawat sentral menjadi lebih banyak dan menyebar sepenjang kawat itu seperti pada daerah proporsional. Penyebabnya ialah elektron atom tereksitasi dalam tumbukan dan foton ultra ungu yang dipancarkan ketika elektron jatuh kembali ke kulit dalam cukup energetic untuk mengionisasi atom gas lain yang berada di sekitarnya. Jangkauan IV, disini hubungan antara tinggi pulsa dengan tinggi tegangan pemercepat tidak lagi linier. Jangkauan V, pada daerah ini tegangan pemercepat lebih menggandakan ionisasi yang berakibat menebalnya awan ion. Dalam kondisi demikian, tinggi pulsa tidak tergantung lagi pada tenaga radiasi dan tak ada perbedaan tinggi pulsa untuk sembarang radiasi. Daerah yang diisi gas yang bekerja pada tegangan yang sangat tinggi ini diciptakan oleh dua ilmuan yakni Geiger dan Muller. Oleh sebab itu, penamaan detektor ini dimbil dari kedua nama ilmuan tersebut. Dan terakhir jangkauan VI, tegangan pemercepat terlampau tinggi. Ini dapat menyebabkan detektor menjadi rusak.
Proses penggandaan ionisasi yang terjadi pada daerah Geiger Muller hampir terjadi dimana-mana. Dengan demikian ionisasi cepat menjalar ke seluruh volume tabung detektor dan berkelanjutan. Dengan demikian pulsa yang dihasilkan pada alat detektor Geiger-Muller tidak lagi bergantung pada pengionan mula-mula maupun jenis radiasi yang mengakibatkan proses pengionan. Jadi radiasi jenis apapun yang tertangkap oleh pemantau Geiger-Muller akan menghasilkan keluaran yang sama.
Karena tidak mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap, maka pemantau Geiger-Muller hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi saja.
Adapun bentuk pulsa tegangan listrik dalam detektor Geiger-Muller adalah sama seperti detektor proporsional, hanya saja waktu tanjak atau waktu bangkitnya (rise time) jauh lebih lamban. Selama proses pemadaman kurang lebih 50µsekon sampai 100µsekon, detektor Geiger-Muller ini tidak tanggap terhadap radasi yang masuk, dan selang waktu itu dinamakan waktu mati (dead time) yang lalu diikut waktu pulih (recovery time) dengan pulsa yang semakin meninggi dari yang amat rendah. Inilah yang menjadi kerugian dari detektor Geiger-Muller karena ketakpekaannya sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan yang tinggi. Selain itu juga karena tidak dapat memberi informasi mengenai radiasi (partikel atau foton) yang menimbulkan satu pulsa.
Sedangkan keuntungan dalam pengoperasian di daerah Geiger-Muller ini adalah denyut output yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga untuk pengukurannya tidak diperlukan penguat pulsa (amplifier) atau cukup digunakan penguat pulsa yang sederhana saja. Detektor Geiger-Muller ini juga mudah dibuat, biasanya lebih peka dan lebih murah harganya dibandingkan dengan detektor proporsional.


2.      Contoh gambar detektor Geiger-Muller









Penutup

Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
a)      Detektor Geiger Muller adalah salah satu alat pemantau radiasi yang paling lazim digunakan yang bekerja berdasarkan prinsip pengionan terhadap gas yang ditemukan pada tahun 1928.
b)      Pada dasarnya, cara kerja detektor Geiger Muller sama dengan jenis detektor pengion gas lainnya, yang menjadi pembedanya yakni pada tegangan operasi masing-masing alat.
c)      Keuntungan dari detektor Geiger Muller diantaranya: biasanya lebih peka dan denyut output yang dihasilkannya pun sangat tinggi, sehingga untuk pengukurannya tidak diperlukan penguat pulsa (amplifier) atau cukup digunakan penguat pulsa yang sederhana saja. Jadi, lebih mudah dibuat dan lebih murah harganya.
d)     Sedangkan kelemahan dari alat Geiger Muller yakni karena waktu pulihnya yang lamban. Karena ketakpekaannya ini sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan yang tinggi. Dan tidak mampu membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap.











Daftar Pustaka

Beiser, Arthur. 1983. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.
Soedojo, Peter. 2001. Azas-Azas Ilmu Fisika jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http.//www.google.com/pencacah Geiger muller, pdf/BAlara2004_06108_019.pdf
Wiryosimin, Suwarno. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: Penerbit ITB.