A.
UPAYA
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Oleh
ERWIN
ROHADI
(E1Q 009 021)
|
|
PENDAHULUAN
Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual
Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru
adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru.Begitulah peran
guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukandengan cara pemodelan
ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukurdan membuat keputusan tentang
pengetahuan dan keterampilan siswa yangautentik (senyatanya). Agar dapat
menilai senyatanya, penilaian autentikdilakukan dengan berbagai cara misalnya
penilaian penilaian produk,penilaian kinerja (performance), potofolio,
tugas yang relevan dankontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya.
Refleksi padaprinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau
dipelajari,dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap
kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
1. Sebagian besar waktu belajar
sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh
guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak
menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2. Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait
dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga,
masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3. Penilaian hanya dilakukan dengan
tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar
siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
4. Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar
belum dimanfaatkan secara optimal.
Pembelajaran kontekstual sebenarnya bukam merupakan pendekatan yang sama
sekali baru. Dasar pembelajaran kontekstual sudah dikembangkan oleh John Dewey
sejak tahun 1916. Pendekatan ini kemudian digali kembali, dikembangkan lagi,
dan dipopulerkan oleh The Washington State Concorcium for Contextual
Teaching and Learning engan melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
B.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi
pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik
dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga
siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran yakni : kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menyelidiki (inquiry), masyaraka belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
autentik (authentic assessment).Makna dari kontruktivisme adalah siswa
mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar
pada pengetahuan awal melalui proses interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi.
Implikasinya adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”
bukan menerima pengetahuan. Inti dari inquiry atau menyelidiki adalah
proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam
kegiatan ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis Bertanya
atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dilakukan baik oleh guru
maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian
penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar
merupakan sekelompok orang (siswa) yang terikat dalam kegiatan belajar, tukar
pengalaman, dan berbagi pengalaman.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara pemodelan
ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan membuat keputusan
tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang autentik (senyatanya). Agar
dapat menilai senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara
misalnya penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance),
potofolio, tugas yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian
sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya adalah berpikir tentang apa
yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan
instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
2. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi
pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam
kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar,
dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga
pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang
memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakanpendekatan
kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar
maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam
kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis
kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar
dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan
media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel,
tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah,
perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya.
Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru
tidak dipandang sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu
khawatir menghadapi berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan
baik tradisional maupun modern.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan
untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP
lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyiapkan alat-alat/media
dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya
lebih sederhana.
Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran
kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning).
a.
Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan
tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa. Rasional teoritik yang
melandasi model ini adalah teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh
Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan
(mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk
dapat mengukur panjang dengan jangka sorong, siswa dapat belajar dengan
menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh
guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah
penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu
misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang
terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss),
dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama
bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi
bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal
menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan
membuat rangkuman).
Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian
besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan
hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan
oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya dalam
memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan
mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai
tujuan pembelajaran.
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa
pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi
siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama,
memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan
karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme
Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut teori
konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti
menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan
proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar
yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran
hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran
berbasis masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan
peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa
menjadi mandiri, otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui
keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan
bebas mengemukakan pendapat.
c. Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan
yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh
anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak
tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams
Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan
Struktural.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme
Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar seperti
tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas
seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium
untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan
belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar
akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok
koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor teman sebaya, yang mempunya
orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial
yang berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan
melalui model pembelajaran ini.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran
koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam
menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan
lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat
diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara
ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
3.
Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
a.
Konstruktivisme
1)
Membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
2)
Pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
b.
Inquiry
1)
Proses
perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
2)
Siswa
belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c.
Questioning (Bertanya)
1)
Kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
2)
Bagi
siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
d.
Learning Community (Masyarakat Belajar)
1)
Sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2)
Bekerjasama
dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
3)
Tukar
pengalaman.
4)
Berbagi
ide
e.
Modeling (Pemodelan)
1)
Proses
penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
2)
Mengerjakan
apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
f.
Reflection ( Refleksi)
1)
Cara
berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
2)
Mencatat
apa yang telah dipelajari.
3)
Membuat
jurnal, karya seni, diskusi kelompok
g.
Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
1)
Mengukur
pengetahuan dan keterampilan siswa.
2)
Penilaian
produk (kinerja).
3)
Tugas-tugas
yang relevan dan kontekstual
4.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
a.
Kerjasama
b.
Saling
menunjang
c.
Menyenangkan,
tidak membosankan
d.
Belajar
dengan bergairah
e.
Pembelajaran
terintegrasi
f.
Menggunakan
berbagai sumber
g.
Siswa
aktif
h.
Sharing dengan teman
i.
Siswa
kritis guru kreatif
j.
Dinding
dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,gambar, artikel,
humor dan lain-lain
k.
Laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
5.
Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual,
program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang
guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan
bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program
tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.Dalam
konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang
apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan
mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program
pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada
penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi
tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah
sebagai berikut.
a.
Nyatakan
kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok
dan Pencapaian Hasil Belajar.
b.
Nyatakan
tujuan umum pembelajarannya.
c.
Rincilah
media untuk mendukung kegiatan itu
d.
Buatlah
skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
e.
Nyatakan
authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran.
C.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
a.
Beberapa model
pembelajaran yang merupakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif
learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
b.
Pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menerapkan 7
komponen pembelajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme (constructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assesment).
2.
Saran
Bagi guru yang menerapkan
pembelajaran kontekstual agar berhati-hati dalam memilih model pembelajaran (di
sesuaikan dengan kondisi sekolah). Selain itu juga 7 komponen pembelajaran
kontekstual harus benar-benar diterapkan, agar memperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
(2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas
________.
(2002). Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta :
Depdiknas
Ibrahim, M.
& Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah :
Surabaya : Unesa-University Press
________, dkk.
(2000). Pembelajaran Koperatif. Surabaya : Unesa-University Press
Joyce, B. &
Weil, M. (1996). Models of Teaching, 5th Edition.
Boston : Allyn & Bacon.
Kardi, S. &
Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa- University Press.
Wasis, dkk.
(2002). Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Pembelajaran IPA Fisika. Jakarta
: Depdiknas.